Jokowi Dikalahkan Ahok Hingga Gagal Janji Lindungi Kampung Akuarium, Ini Alasannya - hanya mengungkap alasan para pendukung berpindah ke lain hati, Najwa Shihab menggali alasan mengapa Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo gagal janji untuk melindungi Warga Kampung Akuarium.
Walaupun diketahui sebelum Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 hingga terpilih menjadi Presiden republik Indonesia pada tahun 2014.
Hal itu terungkap dalam program acara Mata Najwa yang diunggah kembali lewat Channel Youtube @NajwaShihab; pada Rabu (5/12/2018) lalu. AGEN BOLA TERPERCAYA
Dalam video tersebut, terdapat adu argumen antara pendukung Prabowo-Sandiaga Uno, Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean dengan kubu pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin, yakni Kapitra Ampera.
Kapitra menyebut Jokowi merupakan perwujudan dari mimpi rakyat, karena diketahui jokowi terlahir dari rakyat biasa dan telah merasakan kesulitan yang dirasakan rakyat jelata.
"Dia berasal dari rakyat biasa, bukan dari ningrat lho. Sehingga dia, he sleep dream with people (dia tidur dan mimpi bersama rakyat). dia merasakan," ungkap Kapitra disanggah Ferdinand.
"Tapi kampung Akuarium itu sudah menjelaskan beliau pernah menandatangani komitmen nggak menggusur, tapi akhirnya digusur," potong Ferdinand. AGEN CASINO TERBAIK
"Siapa yang gusur?," tanya Kapitra.
"Ya beliau kan presiden, seharusnya memiliki wewenang yang lebih tinggi. Masa presiden kalah sama Ahok? Ahok cuma Gubernur," ungkap Ferdinand.
"Tidak bisa, itu lah yang menjadikan saya tidak pilih Prabowo. Kenapa? itu arogansi kekuasaan, ini otonomi lho, sudah ada delegasi auhority (penyerahan kekuasaan)," jawab Kapitra.
"Ya presiden kan seharusnya bisa melindungi rakyat di bawah. Otonomi sih otonomi, seharusnya bisa melindungi," balas Ferdinand.
"Lho, presiden sudah tegur. Tidak akan bisa. Bagaiman mungkin presiden harus campur kewenangan Gubernur di Provinsi. Dia bisa mengur tapi tidak bisa membatalkan itu. Karena itu otonomi negara," tegas Kapitra dibalas Ferdinand bisa. AGEN BOLA,CASINO INDONESIA TERBESAR
Najwa mengingatkan kepada narasumber dapat kembali kepada topik pertanyaan tentang alasn mereka pindah ke lain hari dalam Pemilihan presiden (Pilpres) 2019.
Sebelumnya, alasan kepindahan dukungan disampaikan Ferdinand karena Jokowi tidak komitmen terhadap janji.
Kedaulatan yang seringkali disampaikan Jokowi diungkapkannya tidak terlihat dalam pemerintahan.
Hal itu yang membuatnya kian ragu, terlebih Pemerintahan pak Jokowi awal-awal tahun itu semakin jauh dari cita rasa Trisakti yang selalu disampaikan dan kian melenceng.
Ferdinand pun mengambil sikap, dirinya pun semakin kritis pada 100 hari pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Nahkan dalam sebuah diskusi publik ketika itu, dirinya yang diundang sebagai pembicara menyatakan sikap ragu atas kepemimpinan Jokowi yang akhirnya terbukti benar.
"Memang seluruh yang saya khawatirkan itu terjadi dan saya harus mengambil sikap politik untuk itu," ungkap Ferdinand.
"Mungkin karena tidak masuk Kabinet jadi kecewa," goda Kapitra.
"Oh jauh sekali. Pada saat penyusunan kabinet saya protes keras kepada beliau, karena banyak orang-orang yang tidak seharusnya saya anggap ada di situ ternyata ada. Statement (keterangan) saya masih ada, rekam jejak digitalnya bagaimana saya memprotes itu, bahkan saya mengatakan Jokowi tunduk kepada pemodal untuk menyusun kabinet," balas Ferdinand.
Kapitra yang diketahui berada di barisan para ulama sekaligus memenangkan gugatan kasus penistaan agama yang dilakukan Oleh Basuki Tjahja Purnama atau Ahok pada tahun 2016 lalu mengaku dengan Persaudaraan 212.
Pasalnya, Persaudaraan 212 yang sebelumnya terbentuk untuk mendesak proses hukum kasus Ahok itu mulai berubah menjadi gerakan mendukung Prabowo-Sandiaga Uno.
Hal tersebut yang tidak sejalan dengan pemahamannya.
"Saya ikut Aksi Bela Islam karena ada delik di situ, ada hukum yang terlanggar, ada kesepakatan antar hidup berbangsa dan bertanah air negara, saya ikut di situ. Setelah hukumnya selesai, penista agamanya sudah diadili, muncul ekses, katakanlah kriminalisasi," ungkap Kapitra.
"Saya ikut Aksi Bela Islam, setelah saya selesaikan berkas Habib Rizieq dan sebagainya, waktu saya bergabung dengan Habib Rizieq termasuk dalam Aksi Bela Islam, tidak ada komitmen bahwa Aksi Bela Islam itu bermetaformosis menjadi aksi mendukung Prabowo-Sandi! Tidak ada komitmen apapun, kalau dari awal ada komitmen, saya nggak ikut!," ungkap Kapitra.
"Kenapa?," tanya Najwa.
"Lho, saya nggak mau dong. Ini Aksi Bela Islam bukan Aksi Bela Politik," tegas Kapitra.
Jawaban serupa pun disampaikan Laksamana TNI purnawirawan Tedjo Edhy Purdijatno mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia ataupun Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Keduanya mengaku kecewa dengan idolanya masing-masing, sehingga kini berpindah ke lain hati.
0 komentar:
Posting Komentar