Kaleidoskop 2018: Upaya Ahok Kandas di Tingkat MA - Agar bebas dari hukuman dua tahun penjara, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Namun upayanya kandas dan dia harus menjalani hukumannya.
Semua berawal dari putusan hakim pada 9 Mei 2017. Gara-gara muatan pidatonya di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, Ahok dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ahok dinyatakan pengadilan telah menganggap Surat Al Maidah 51 sebagai alat membohongi umat. Pengadilan menyatakan Ahok telah merendahkan dan menghina Surat Al Maidah 51. Pengacara sempat mengajukan banding, namun Ahok meminta pengajuan itu dicabut saja. Kasasi juga tidak diajukan.
Daftar PK
Pada 2 Februari 2016, pengacara Ahok mendaftarkan PK. Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jootje Sampaleng, mengatakan Ahok mengambil referensi dari kasus Buni Yani terkait kasus pelanggaran putusan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pihak Ahok menilai ada kekhilafan hakim di balik putusan yang membuatnya dihukum penjara.
Reaksi Rizieq
Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab yang berada di Arab Saudi mendengar kabar bahwa Ahok mengajukan PK. Kabar dari Indonesia itu membuatnya ingin pulang karena merasa ada upaya untuk membebaskan Ahok. Rizieq berpendapat, MA harus menolak PK Ahok.
"Aturan Mahkamah Agung sudah jelas, bahwa suatu kasus yang tidak melalui proses banding dan kasasi tidak bisa dan tidak boleh diajukan PK. Ingat, Ahok tidak pernah banding maupun kasasi sehingga PK-nya wajib ditolak demi tegaknya hukum," ujar Rizieq lewat rekaman pembicaraan melalui telepon yang diperdengarkan di Masjid Baitul Amal, Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu (21/2/2018) lalu.
Menurut pihak Ahok, putusan yang tak ditanggapi dengan upaya banding dan kasasi berarti bersifat inkrah. Dengan demikian PK boleh dilakukan terhadap putusan itu.
Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Al Khaththath khawatir bila Ahok berhasil lewat sidang PK, maka Ahok akan melenggang ke Istana Negara. Ini meresahkannya. Dia berujar, 5 ribu massa akan beraksi menghadiri sidang Ahok.
"Akan bisa menjadi calon presiden 2019 atau wapres atau apa pun. Ini yang meresahkan umat Islam. Jadi gubernur saja meresahkan, apalagi jadi wapres," kata Al Khaththath di Gedung Joang '45, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (24/2/2018).
Sidang 10 Menit
Pada 26 Februari 2018, sidang mengagendakan pemeriksaan administrasi berkas PK Ahok digelar di ruang sidang Koesoema Atmadja, Eks Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl Gajah Mada. Banyak orang berdemonstrasi di luar gedung, baik yang kontra maupun pro-Ahok. Polda Metero Jaya mengerahkan 2 ribu personel untuk mengamankan kondisi dan merekayasa arus lalu lintas.
Proses di depan majelis hakim berlangsung 10 menit. 156 Lembar memori PK dibawa tim pengacara yang termasuk adik Ahok sendiri, Fifi Lety Indra. Ahok tak hadir di sidang ini.
5 Maret 2018, Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengirimkan berkas Ahok ke MA. Berkas itulah yang akan disidangkan para hakim agung. Dua hari kemudian, berkas itu dinyatakan telah diterima kepaniteraan MA. Berkas itu bernomor 11 PK/PID/2018.
Artidjo Alkostar Jadi Hakimnya
Artidjo Alkostar, sosok yang 18 tahun menjadi hakim agung, menjadi pemimpin majelis pemeriksa PK Ahok. Selain dia, ada nama hakim agung Salman Luthan dan Sumardiyatmo yang menjadi anggota majelis. Ahok tak mempermasalahkan Artidjo menjadi pemimpin majelis. Ahok hanya berdoa.
"Nggak ada tanggapan apa-apa. Cuma bilang 'ya sudah kita berdoa saja'. Mau hakimnya siapa saja nggak bisa kita pastikan dia akan begini dia akan begitu juga enggak," kata pengacara Ahok, Josefina Agatha, menceritakan reaksi Ahok yang mengetahui Artidjo menjadi pemimpin majelis.
PK Ahok Ditolak
26 Maret 2018, PK Ahok ditolak MA. Putusan itu diketok secara bulat oleh Artidjo dan dua hakim lainnya.
"Sudah diputus. Hasilnya menolak," kata juru bicara MA hakim agung Suhadi saat dikonformasi detikcom tak lama setelah putusan itu diketok majelis hakim. Putusan terhadap PK Ahok ini menjadi putusan terakhir yang diketok Artijdo, karena dia pensiun dua bulan kemudian.
Eggi Sudjana yang sejak awal tak setuju dengan PK Ahok tertawa mendengar kabar putusan itu. Menurut dia, putusan itu wajar karena PK Ahok tak memenuhi unsur novum (bukti atau keadaan baru), kekhilafan hakim, dan pertentangan hukum dalam putusan.
"Tanggapannya ketawa dulu. Ditolak itu maknanya tak benar yang ditempuh PK. Jadi Ahok dan para pendukungnya mesti ngerti hukum," kata Eggi saat dihubungi detikcom, Senin (26/3/2018) lalu.
Apakah Ahok kecewa dengan putusan Artidjo dkk? "Jawabannya, puji Tuhan. Silakan ditafsir masing-masing," kata Fifi Lety Indra, seusai sidang putusan cerai Ahok-Veronica Tan di PN Jakarta Utara, Jl Gajah Mada, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018) lalu.
Namun tim pengacara Ahok menilai putusan MA itu diketok terlalu cepat. Mereka membandingkan dengan proses PK yang diajukan Antasari Azhar. Kasus Ahok diputus dalam waktu 19 hari, sedangkan kasus Antasari diputus usai 122 hari.
Kenapa ada perlakuan khusus atau spesial ada unsur apa di balik ini. Hukum itu harus berlaku sama tidak memandang bulu," ujar Fifi Lety Indra sambil menggebu-gebu mengangkat tangannya, di kantor Amnesty International, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (5/4/2018) lalu.
Dihubungi secara terpisah, Juru Bicara MA Suhadi mengatakan proses PK Ahok sudah sesuai prosedur. Waktu putusan terhadap suatu perkara tergantung pada majelis hakimnya. Ada yang butuh waktu singkat dan ada yang butuh waktu lama. "Itu tergantung majelisnya. MA mengharuskan, baik kasasi atau PK tak boleh lebih dari 3 bulan harus putus, apakah 1, 2, atau 3 hari," ujar Suhadi.
0 komentar:
Posting Komentar