Buni Yani Makin ”Kalap”, Eksepsi Ditolak, Salahkan Polri dan Kejaksaan - Membela diri kita akan buktikan tidak bersalah karena saya merasa dikriminalisasi. Selama ini kan saya selalu bilang itu, polisi digunakan jadi alat kekuasaan untuk mengkriminalkan yang melawan Ahok, tapi yang pro-Ahok di-SP3 kasusnya kemarin yang tidak ditindaklanjuti, tidak diapa-apain,” kata Buni Yani.
“Sementara kami, saya, Habib, kasus makar aktivis lain, dibeginikan. Begitu juga kejaksaan, kejaksaan ini kan berasal dari NasDem,” lanjutnya. Bandar Judi Bola Terpercaya
“Ini repot, kita ini lagi melawan karena kita bener, tidak merasa bersalah. Mestinya kita bisa melaporkan ini di Kompolnas karena polisi sudah memberlakukan tidak lagi imparsial, berpihak, dan tidak berlaku adil ke kelompok lain,” tutur Buni Yani.
Hari ini, setelah gagal menemui ahli IT, Hermansyah yang ternyata sudah direncanakan menjadi ahli IT dalam kasus Buni, terdakwa kasus penyebaran ujaran kebencian SARA, Buni Yani menggila, Buni menyalahkan Kejaksaan dan Polri terkait ditolaknya eksepsi setebal 40 halaman yang diajukan sebelumnya. Bahkan Buni pun menyatakan bahwa ia merasa telah dikriminalisasi. Tetapi yang harus Buni pahami dan sadari yang yang menyebabkan eksespsinya ditolak bukan karena Kejaksaan maupun Polri, tetapi yang menyebabkan eksepsinya ditolak adalah disebabkan oleh kuasa hukumnya sendiri, dikarenakan:
Dalam salah satu poin eksepsinya, pengacara Buni Yani, Aldwin Rahardian menyatakan bahwa Buni yang didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah telah melanggar asas legalitas. Tapi anda tahu, bahwa poin itulah yang sesungguhnya yang telah membuat hakim tanpa pertimbangan lagi menolak seluruh eksepsi Buni Yani. Mengapa demikian? Karena Buni yang didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 UU ITE sama sekali tidak melanggar asas legalitas, justru sangat sejalan dengan asas legalitas. Hanya orang bodoh yang menyatakan Buni didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 UU ITE, melanggar asas legalitas.
aru menjadi pelanggaran terhadap asas legalitas apabila Buni Yani melakukan perbuatan menyebar konten bermuatan SARA pada 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006 atau 2007 atau Januari, Februari, Maret atau perbuatan itu dilakukan pada 27 April 2008 (sehari sebelum UU ITE 2008 lahir), kemudian baru dipidana pada 2016. Tetapi pada kenyataan dan fakta hukumnya, perbuatan pidana yang dilakukan Buni yang menyulut bara api SARA hingga membuat Ahok mendekam di penjara, itu dilakukan Buni pada 6 Oktober 2016 atau 8 tahun setelah UU ITE lahir (dihitung sejak 2008-2016), artinya tidak ada pelanggaran asas legalitas. Itulah yang membuat hakim menolak eksepsi Buni. Bagi saya lucu eksepsi pengacara Buni, mengapa Aldwin Rahardian sampai-sampai menyatakan bahwa Pasal 28 ayat 2 UU ITE yang didakwakan kepada Buni bertentangan dengan asas legalitas? Itu argumentasi hukum yang memalukan. Jadi, mengapa Buni Yani tidak bebas di eksepsi? Kesalahan fatal pengacara. Game | Bola | Casino338a | Poker
Tentu poin itulah yang jadi sumber permasalahan yang sebenarnya dan poin itu pula lah yang membuat Buni Yani batal bebas di tingkat eksepsi, karena diketahui sebelumnya Buni Yani sangat berharap eksepsinya dikabulkan hakim dan bisa bebas. Dan Buni Yani sama sekali tidak pantas dan tidak layak menyalahkan Kejaksaan dan Polri yang menyebabkan eksepsinya ditolak, sebab Buni Yani tidak paham apa itu asas legalitas. Karena jika ingin menyalahkan atau tidak terima dengan eksepsi yang ditolak hakim, jangan menyalahkan Kejaksaan atau Polri, karena ditolaknya eksepsi tidak ada kaitannya sama sekali dengan Kejaksaan apalagi Polri.
Peran Polri sudah selesai sejak penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan, bukti berdasarkan Pasal 184 KUHAP sudah lengkap beserta bukti print out status Facebook Buni Yang yang membuat bara api SARA hingga berujung Ahok harus terjungkal dari kursi DKI-1, yang tak lepas dari status Buni Yani yang memancing permusuhan SARA. Begitu pula dengan Kejaksaan, tak ada yang salah dengan Kejaksaan. Karena Kejaksaan hanya menjawab eksepsi pengacara Buni Yani, lalu hakim yang memutuskan menolak eksepsi Buni. Agen Judi Casino Terbaik
Tak ada pula kriminalisasi, karena ada fakta hukum, ada peristiwa hukum, ada alat bukti dan ada dasar hukum. Karena yang dimaksud dengan kriminalisasi adalah apabila tidak ada fakta hukum, tidak ada peristiwa hukum, tidak ada alat bukti dan tidak ada dasar hukum. Jadi, Buni Yani kalau tidak paham apa itu kriminalisasi jangan asal bicara. Karena salah Buni sendiri, Buni sebelumnya menyatakan bahwa sudah khatam dengan UU ITE, paham betul dengan UU ITE. Kalau sudah paham betul dengan UU ITE, tentu tidak akan ada argumentasi , Pasal 28 ayat 2 UU ITE yang didakwakan kepada Buni telah melanggar asas legalitas sebagaimana dalam eksepsi Buni. Sehingga terhadap pendukung Buni, jangan salahkan Kejaksaan atau Polri tapi salahkanlah kesalahan kefatalan argumentasi hukum pengacara dalam eksepsi Buni.
“Sementara kami, saya, Habib, kasus makar aktivis lain, dibeginikan. Begitu juga kejaksaan, kejaksaan ini kan berasal dari NasDem,” lanjutnya. Bandar Judi Bola Terpercaya
“Ini repot, kita ini lagi melawan karena kita bener, tidak merasa bersalah. Mestinya kita bisa melaporkan ini di Kompolnas karena polisi sudah memberlakukan tidak lagi imparsial, berpihak, dan tidak berlaku adil ke kelompok lain,” tutur Buni Yani.
Hari ini, setelah gagal menemui ahli IT, Hermansyah yang ternyata sudah direncanakan menjadi ahli IT dalam kasus Buni, terdakwa kasus penyebaran ujaran kebencian SARA, Buni Yani menggila, Buni menyalahkan Kejaksaan dan Polri terkait ditolaknya eksepsi setebal 40 halaman yang diajukan sebelumnya. Bahkan Buni pun menyatakan bahwa ia merasa telah dikriminalisasi. Tetapi yang harus Buni pahami dan sadari yang yang menyebabkan eksespsinya ditolak bukan karena Kejaksaan maupun Polri, tetapi yang menyebabkan eksepsinya ditolak adalah disebabkan oleh kuasa hukumnya sendiri, dikarenakan:
Dalam salah satu poin eksepsinya, pengacara Buni Yani, Aldwin Rahardian menyatakan bahwa Buni yang didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah telah melanggar asas legalitas. Tapi anda tahu, bahwa poin itulah yang sesungguhnya yang telah membuat hakim tanpa pertimbangan lagi menolak seluruh eksepsi Buni Yani. Mengapa demikian? Karena Buni yang didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 UU ITE sama sekali tidak melanggar asas legalitas, justru sangat sejalan dengan asas legalitas. Hanya orang bodoh yang menyatakan Buni didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 UU ITE, melanggar asas legalitas.
aru menjadi pelanggaran terhadap asas legalitas apabila Buni Yani melakukan perbuatan menyebar konten bermuatan SARA pada 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006 atau 2007 atau Januari, Februari, Maret atau perbuatan itu dilakukan pada 27 April 2008 (sehari sebelum UU ITE 2008 lahir), kemudian baru dipidana pada 2016. Tetapi pada kenyataan dan fakta hukumnya, perbuatan pidana yang dilakukan Buni yang menyulut bara api SARA hingga membuat Ahok mendekam di penjara, itu dilakukan Buni pada 6 Oktober 2016 atau 8 tahun setelah UU ITE lahir (dihitung sejak 2008-2016), artinya tidak ada pelanggaran asas legalitas. Itulah yang membuat hakim menolak eksepsi Buni. Bagi saya lucu eksepsi pengacara Buni, mengapa Aldwin Rahardian sampai-sampai menyatakan bahwa Pasal 28 ayat 2 UU ITE yang didakwakan kepada Buni bertentangan dengan asas legalitas? Itu argumentasi hukum yang memalukan. Jadi, mengapa Buni Yani tidak bebas di eksepsi? Kesalahan fatal pengacara. Game | Bola | Casino338a | Poker
Tentu poin itulah yang jadi sumber permasalahan yang sebenarnya dan poin itu pula lah yang membuat Buni Yani batal bebas di tingkat eksepsi, karena diketahui sebelumnya Buni Yani sangat berharap eksepsinya dikabulkan hakim dan bisa bebas. Dan Buni Yani sama sekali tidak pantas dan tidak layak menyalahkan Kejaksaan dan Polri yang menyebabkan eksepsinya ditolak, sebab Buni Yani tidak paham apa itu asas legalitas. Karena jika ingin menyalahkan atau tidak terima dengan eksepsi yang ditolak hakim, jangan menyalahkan Kejaksaan atau Polri, karena ditolaknya eksepsi tidak ada kaitannya sama sekali dengan Kejaksaan apalagi Polri.
Peran Polri sudah selesai sejak penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan, bukti berdasarkan Pasal 184 KUHAP sudah lengkap beserta bukti print out status Facebook Buni Yang yang membuat bara api SARA hingga berujung Ahok harus terjungkal dari kursi DKI-1, yang tak lepas dari status Buni Yani yang memancing permusuhan SARA. Begitu pula dengan Kejaksaan, tak ada yang salah dengan Kejaksaan. Karena Kejaksaan hanya menjawab eksepsi pengacara Buni Yani, lalu hakim yang memutuskan menolak eksepsi Buni. Agen Judi Casino Terbaik
Tak ada pula kriminalisasi, karena ada fakta hukum, ada peristiwa hukum, ada alat bukti dan ada dasar hukum. Karena yang dimaksud dengan kriminalisasi adalah apabila tidak ada fakta hukum, tidak ada peristiwa hukum, tidak ada alat bukti dan tidak ada dasar hukum. Jadi, Buni Yani kalau tidak paham apa itu kriminalisasi jangan asal bicara. Karena salah Buni sendiri, Buni sebelumnya menyatakan bahwa sudah khatam dengan UU ITE, paham betul dengan UU ITE. Kalau sudah paham betul dengan UU ITE, tentu tidak akan ada argumentasi , Pasal 28 ayat 2 UU ITE yang didakwakan kepada Buni telah melanggar asas legalitas sebagaimana dalam eksepsi Buni. Sehingga terhadap pendukung Buni, jangan salahkan Kejaksaan atau Polri tapi salahkanlah kesalahan kefatalan argumentasi hukum pengacara dalam eksepsi Buni.
0 komentar:
Posting Komentar